Nama Budi Tulodo mungkin bukanlah nama asing bagi dunia berkuda Indonesia. Maklum saja hal itu dikarenakan hampir seluruh hidupnya didedikasikan untuk hal-hal yang berhubungan dengan hewan kuda dan juga olahraga berkuda. Sempat melanglang buana ke berbagai belahan dunia, Budi Tulodo sepertinya tak pernah bosan untuk terus belajar dan menggali pengalaman tentang hewan kuda. Dan kini, pria nyentrik ini memiliki satu keinginan besar yakni membangun olahraga berkuda di Indonesia melalui jalur edukasi.
“Saya sangat hobi berkuda sejak kecil hingga orangtua Saya waktu itu sempat membawa saya ke Satria Penayungan Warung Buncit Jakarta Selatan untuk belajar naik kuda. Kecintaan Saya terhadap kuda terus berlanjut hingga saat saya duduk dikelas 2 SMP saya mulai fokus berkuda hingga jarang sekali bermain dengan teman-teman seusia saya waktu itu.” Buka Budi Tulodo mengisahkan sejarah hidupnya.
Saat menginjak kelas 1 SMA, Budi Tulodo pun sempat bekerja disalah satu stable dibilangan Cinangka. Harga kuda yang begitu mahal dan terbatasnya dukungan dari orangtua membuat Budi Tulodo seolah menemukan semangatnya dalam berkuda kala bekerja di stable tersebut. Saat lulus SMA Budi Tulodo pun melanjutkan jenjang pendidikannya ke Australia. Saat itu Budi Tulodo yang harusnya belajar tentang peternakan kuda pun sempat mengganti jurusan akademinya ke bidang managemen kuda. Lulus kuliah Budi Tulodo pun sempat bekerja diberbagai tempat berkuda di Australia.
“Balik ke Indonesia tahun 1991 saya bekerja di stable milik Fuad Hasan untuk menangani kuda-kuda warmblood dan juga sempat bekerja di Satria Penayungan. Pada 1994 saya pergi ke Belanda untuk sekolah berkuda dan sesuai hasil tes saya memiliki bakat untuk melatih kuda, namun saat itu akhirnya saya putuskan untuk mempelajari tentang tapal kuda disamping tetap berkuda dan juga berbisnis jual beli kuda dengan teman di Belanda.” Lanjut Budi Tulodo.
Pada 1996 Budi Tulodo kembali ke tanah air seiring digelarnya satu kejuaraan berkuda di Arthayasa Stable. Bergabunngnya klub-klub berkuda asal Malaysia, Singapura dan Thailand pada akhirnya mencetuskan gagasan World Cup Qualification South east Asia yang merupakan ajang kualifikasi bagi atlit-atlit berkuda Asia Tenggara untuk menembus kejuaraan dunia berkuda. Dilaksanakan pertama kalinya pada tahun 1997 dengan format pertandingan di empat negara.
“World Cup Qualification SEA adalah salah satu keberhasilan generasi saya waktu itu bersama Rafiq Radinal, Roy Ibrahim, Indra Rosendi dan Ardi Hapsoro. Pada waktu itu Arthayasa Stable dan Rafiq Radinal punya andil besar dalam terbentuknya peraturan-peraturan lomba equestrian di Indonesia. Bahkan sejak 1993 hingga 2005, Rafiq Radinal pun rutin menggelar kejuaraan Asian Show Jumping dengan mendatangkan steward dan tenaga ahli dari luar negeri yang hingga saat ini bisa diadaptasi di Indonesia.” Tambah Budi Tulodo.
Euforia olahraga berkuda di Indonesia yang semakin meningkat, akhirnya membuat Budi Tulodo memutuskan untuk bekerja di Arthayasa Stable. Dibawah dukungan Rafiq Radinal, Budi Tulodo pun berperan dalam membuka sekolah berkuda, peternakan dan inseminasi buatan di Arthayasa Stable sejak tahun 1999.
“Memasuki tahun 2001 Arthayasa Stable membuka kelas magang bagi para mahasiswa kedokteran hewan IPB yang mau belajar tentang kuda. Hingga tahun 2005 tercatat sekitar 300 mahasiswa yang datang belajar. Salah satu keuntungan dari program magang tersebut adalah semakin banyaknya dokter-dokter kuda sebagai jawaban dari minimnya tenaga ahli tersebut dimasa-masa sebelumnya.” Kata Budi Tulodo.
Pada tahun 2002, Budi Tulodo menikah dengan wanita asal Amerika Serikat dan memutuskan untuk menetap di negeri Paman Sam tersebut pada 2005. Selama di Aerika, Budi Tulodo pun tak pernah berhenti untuk belajar tentang kuda. Mengambil sekolah khusus sebagai ahli tapal kuda, Budi Tulodo pun sukses mengantungi sertifikat dari AFA (American Farier Asociation) yang diakui di seluruh benua Eropa bahkan dunia.
Ketika memiliki kesempatan untuk berlibur ke Indonesia pada 2012 lalu, Budi Tulodo pun sempat memerikan pelatihan-pelatihan bagi tukang tapal di Indonesia. Serangkaian coaching clinic pun diselenggarakan diberbagai kota dan stable-stable diantaranya Arthayasa Stable, APM Equestrian Centre dan Anantya Stable. Namun begitu, Budi Tulodo merasakan apa yang telah diberikannya saat pelatihan belumlah cukup, karena apa yang telah dipelajarinya selama bertahun-tahun tentang tapal kuda tak mungkin diajarkannya dalam waktu singkat saat pelatihan.
“Sekarang ini edukasi tak hanya untuk para pekerja di bidang berkuda. Edukasi juga perlu untuk para pemilik kuda. Banyak para pemilik kuda di Indonesia yang masih belum mengerti tentang teori dan praktek dalam merawat kuda. Dengan pemilik yang memahami tentang perawatan kuda, Saya yakin dunia olahraga berkuda di Indonesia akan semakin maju lagi.” Tutup Budi Tulodo.
Simak juga pemaparan Budi Tulodo tentang tapal kuda dan manajemen kuda hanya di berkuda.com